Worro Sudarmo

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Apa Bapak Orang Islam? (#tantangan menulis 30 hari, hari ke-5)

Apa Bapak Orang Islam?

Oleh Worro Sudarmo

Apa Bapak orang Islam ?

Pertanyaan itu membuatku tertegun cukup lama. Bukan isi pertanyaan yang pertama membuatku termangu, tetapi si empunya pertanyaan. Zidan. Kalimat itu meluncur lancar dari bibir Zidan, siswa inklusi – anak berkebutuhan khusus (ABK) saat berpapasan di anak tangga. Aku berjalan turun untuk menuju Ruang Guru sementara Zidan berjalan naik menuju Ruang Kelas usai Salat Dhuha.

Zidan, satu dari delapan ABK yang kami didik di SMP kami. Aku tidak mengajar di kelasnya. Namun hebatnya, dia mengenalku. Perilakunya tentu saja unik. Memang belum bisa dikategorikan hiperaktif. Tetapi, dia hanya bisa bertahan duduk di kelas tidak lebih dari 20 menit. Setelah itu, meninggalkan kelasnya untuk berkeliling ke kelas-kelas lain. Disapanya dari depan pintu kelas teman-teman yang ia kenal. Guru-guru dan semua siswa sudah paham akan perilakunya sehingga tak pernah merasa terganggu karenanya. Bahkan, aku menjulukinya “tetangga yang rajin bersilaturahmi”.

“Kita doakan, ya. Semoga Zidan panjang umur. Salah satu kunci panjang umur yaitu rajin bersilaturahmi,” kataku selalu kepada anak-anak di kelas usai Zidan berkunjung dari kelas yang kuajar. Anak-anak biasanya hanya tersenyum simpul.

Pada awal-awal Zidan di SMP, kami memang cukup kewalahan. Dia kritis, sangat tertib, dan sangat disiplin. Di bidang tertentu, dia cerdas. Namun, kelebihan-kelebihan dia inilah yang terkadang cukup membuat kami repot dan sangat berhati-hati. Jika jawaban yang kami berikan atas pertanyaannya ia rasa kurang memuaskan, ia akan terus mendesak untuk diberi beri penjelasan. Jika ia masih merasa kurang puas juga, ia pasti beteriak-teriak sambil menangis. Kalau sudah begitu, biasanya kami menelepon ibunya untuk datang ke sekolah dan menenangkannya.

Sangat beruntung, ibunya sangat kooperatif. Tak perlu menunggu lama, ibunya pasti datang. Dengan sangat sabar dan dengan penuh kasih sayang, Zidan diajak bicara. Tidak dipeluk sambil dielus kepalanya, tetapi diajak berkomunikasi, bertukar argumen. Hebatnya, Zidan luluh! Kami, para guru yang tak pernah mendapat pelatihan penanganan siswa ABK, sungguh mendapat pelajaran yang sangat berharga dari situasi tersebut.

Zidan pasti selalu protes kepada guru piket ketika terlambat membunyikan bel tanda masuk, pulang, atau pergantian jam pelajaran. Zidan juga selalu protes tatkala Bapak atau Ibu Guru terlambat masuk ke kelasnya. Ia hapal benar dengan jadwal pelajaran dan agenda kegiatan sekolah. Pernah suatu saat ia berteriak-teriak kesal di depan meja piket. Yang menjadi pemicu kemarahannya yaitu pembatalan upacara pengibaran bendera. Saat itu, hari Senin. Cuaca sangat mendung. Karenanya, pelaksanaan upacara dengan terpaksa dibatalkan.

“Kenapa tidak upacara?!” tanyanya sambil berteriak.

“Sedang mendung, Zidan. Khawatir nanti saat upacara tiba-tiba turun hujan,” jelas guru piket.

Nggak bisa! Aku mau upacara! Aku mau upacara!” teriaknya makin keras sambil menangis.

“Tapi, nanti kalau tiba-tiba hujan, bagaimana?”

Nggak hujan! Pokoknya akau mau upacara ! Aku mau upacaraaaa!” bantahnya makin sengit.

Apa boleh buat, akhirnya guru piket mengalah. Upacara seadanya pun diadakan. Bendera merah-putih yang sudah mengangkasa, diturunkan. Guru piket menjadi pembina upacara, dua caraka yang sedang menyapu dipanggil untuk menjadi pengibar bendera, dan Zidan satu-satunya peserta. Setelah tercapai keinginannya, Zidan terlihat puas lalu masuk kelas.

Yang lebih heboh lagi pada saat kegiatan salat Dzuhur berjamaah.

“Hu-hu-hu-hu. Kenapa aku ditinggal. Kenapa aku ditinggal!”

Zidan tampak keluar dari kamar kecil sambil menangis keras-keras ketika melihat Salat Dzuhur berjamaah sudah masuk rakaat kedua. Kali ini Ibu Guru BK yang dibuat kerepotan.

“Aku ‘kan tadi pipis dulu, kenapa ditinggal!” teriak Zidan.

“Baru rakaat kedua, Zidan. Masih bisa,” hibur guru BK.

Nggak mau. Aku mau jamaah dari pertama. Ulang lagi salatnya, hu-hu-hu!” jawab Zidan.

“Ya, nggak mungkin, Zidan. Zidan ‘kan bisa salat sendiri nanti. Atau bareng temen-temen yang belum belum salat. Itu masih ada,” bujuk guru BK.

“Aku nggak mau! Nanti yang jadi imam siapa?” jawabnya.

“Pasti ada, Zidan. Itu, Ferdi ‘kan juga udah pinter jadi imam. Atau, Mas Aprian juga belum salat,” bujuk guru BK lagi.

Nggak mau! Aku nggak mau Ferdi. Aku nggak mau Mas Aprian. Aku maunya Pak Guru yang jadi imam!” tangisnya makin menjadi-jadi. Walhasil, mau tidak mau mengalah dan menuruti kemauannya. Beruntung masih ada satu Bapak Guru yang belum salat Dzuhur. Jadilah ia imamnya.

Menurut penuturan ibunya, kalau salat, Zidan memang selalu berjamaah. Bahkan selalu di masjid. Kebetulan tidak jauh dari tempat tinggalnya ada masjid.

Apa Bapak orang Islam ? Sampai di Ruang Guru, pertanyaan Zidan masih menganggu perasaanku. Aku bangga sekaligus terpukul.

Bangga, sebab, meskipun tak mengajar di kelasnya, ternyata dia memperhatikanku, mengenalku. Terpukul, sebab, dengan perhatiannya, tak aku sadari mungkin dia merasa tak pernah melihatku salat berjamaah di musola sekolah seperti Bapak-bapak Gurunya yang lain. Jangankan Salat Dhuha, Salat Dzuhur yang wajib saja mungkin dia merasa tak pernah melihatku berjamaah.

Aku orang Islam. Tentu saja aku paham akan keutamaan salat berjamaah, Salat Dhuha, dan salat-salat yang lain. Betapa terkutuknya aku yang tidak melakukan sesuatu yang jelas kuketahui hukum dan keutamaannya. Aku tak hendak membantah yang dipertanyakan Zidan. Namun, Zidan dengan kekurangan yang dimilikinya saja bisa memberi penilaian kepadaku, apalagi Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Tahu. []

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terimakasih pak ceritanya. Inspirasi!

23 Feb
Balas

Terima kasih, Bu Nurbaiti. Alhamdulillah kalau bisa menginpirasi.

24 Feb

Terima kasih, Bu Nuraini. Ibu juga hebat.

22 Feb
Balas

Hebat...

22 Feb
Balas



search

New Post